Exzellenz Institut mempersiapkan pelajar dalam negeri yang ingin melanjutkan studi ke Jerman dan Prancis. Selain bekal pengetahuan, Exzellenz Institut juga menekankan para pelajar Indonesia untuk tidak berfokus pada kuliah melainkan turut mengambil hal-hal bermanfaat dari luar kampus, misalnya dengan menjadi bagian dari organisasi, yayasan, aksi kepedulian, komunitas, dan lain-lain.
“Studi hanya sebagian kecil, mereka harus hidup di sana. Karena itu, kita punya workshoptersendiri untuk membekali pelajar Indonesia bisa memanfaatkan masa studinya,” kata Direktur Exzellenz Institut, Syahril M Nurdin, kepada Depok News, beberapa waktu lalu.
Syahril merupakan alumni Hochschule fuer Technik (University of Applied Sciences) Karlsruhe, Jerman, spesialis Konstruksi dan Desain Teknik Mesin. Dia menimba ilmu dan bekerja di Jerman selama 12 tahun. Di kampus dia mempelajari pengetahuan teknis mesin secara baku, tapi tidak dengan teknologi terbaru. Karena itu, dia mengikuti VDI (Verein Deusche Ingenieur/Persatuan Insinyur Jerman) yang rutin mengadakan seminar inovasi terbaru.
Dia mencontohkan Mercedes Benz hendak mengeluarkan mobil baru, maka teknologinya dipaparkan dahulu di depan para anggota VDI. Hal semacam ini, tandas Syahril, tidak didapatnya di kampus. Bahkan, kalau mau eksplorasi lebih jauh semua bagian di lingkungan seputar kampus, mahasiswa Indonesia akan mendapatkan banyak hal positif.
“Itu yang kami tekankan ke mahasiswa. Dapat ijazah, lulus, apa bedanya dengan kuliah di sini? Walaupun secara fasilitas di sana lebih oke,” imbuhnya.
Exzellenz Institut membuka wawasan calon mahasiswa di Prancis dan Jerman dalam materiStudent International. Mereka dipaparkan tentang hal-hal apa yang harus diketahui dan bisa dilakukan di Prancis maupun Jerman. Pasalnya, kedua negara tersebut dalam benak mahasiswa Indonesia lekat dengan kuliner, pariwisata, bola, dan lain-lain, padahal itu hanya sebagian kecil dari banyak sekali hal yang bisa memberikan manfaat bagi mereka.
“Itu yang tidak dilakukan banyak anak di Indonesia karena justru terbentuknya di mal,” sahut Faizal Riza Bilal, Ketua Program Studi Prancis dan penyampai materi Student International di Exzellenz Institut.
Bilal menyebut penyelenggaraan pameran profesional di Prancis lebih mengedepankan teknologi, bukan sekadar memajang produk jadi, sehingga mahasiswa bisa belajar banyak hal. Di dalamnya mahasiswa dapat bertemu dengan produsen, eksportir, dan importir untuk saling berinteraksi dan mengetahui bagaimana menjalankan bisnisnya walaupun mahasiswa bersangkutan mungkin tidak akan bergerak di bidang tersebut.
“Jangan terpaku pada hal-hal normal. Bahkan, museum juga wajib kita kunjungi. Orang Prancis bisa menghabiskan waktu 3-4 jam untuk menikmati karya di sebuah museum. Yang tidak lazim juga, bagaimana mahasiswa Indonesia bisa memanfaatkan kesempatan magang untuk mengenal lebih banyak kebudayaan,” tutupnya. (fyu)
0 comments:
Post a Comment